Sabtu, 05 Mei 2012

Eksistensi dan Esensi Penanaman Modal Asing di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

 Menjelang era liberalisasi perdagangan dan investasi, isu penanaman modal (investasi) asing mulai ramai dibicarakan. Hal ini mengingat bahwa untuk kelangsungan pembangunan nasional sangat dibutuhkan banyak dana. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi tersebut tidak dapat dicukupi dari investasi pemerintah dan swasta nasional saja. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan dana dari dalam negeri tersebut dibutuhkan modal dari luar negeri atau modal asing.
Penanaman modal asing (PMA) terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia adalah diperuntukkan bagi pengembangan usaha dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan memanfaatkan potensi-potensi modal, skill atau managerial, dan teknologi yang dibawa serta para investor asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus-menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional.[1]
 Jujur harus diakui bahwa sampai saat ini, Indonesia masih memerlukan adanya transfer of technology dan transfer of skill yang hanya dapat dicapai melalui masuknya modal asing ke Indonesia. Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga dalam TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan arahan bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan asas kemandirian, yaitu diusahakan dari kemampuan sendiri. Sumber dana dari luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksananaan pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing.[2]
Dengan diizinkannya modal asing masuk ke Indonesia, maka selain bersifat komplementer terhadap faktor-faktor produksi dalam negeri, penanaman modal asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkan prioritasnya oleh pemerintah. Prioritas yang telah ditetapkan itu antara lain untuk sektor-sektor :[3]
1.      Usaha yang membutuhkan modal swasta yang sangat besar dan/atau teknologi tinggi;
2.      Usaha-usaha yang mengelola bahan baku menjadi bahan jadi;
3.      Usaha pendirian industri-industri besar;
4.      Usaha yang sifatnya menciptakan lapangan kerja;
5.      Usaha yang menunjang peningkatan penerimaan negara;
6.      Usaha yang menjunjung penghematan devisa;
7.      Usaha yang menunjang penyebaran pembangunan daerah.
Untuk menunjang penanaman modal di Indonesia maka pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang baik. Penanaman modal merupakan instrument penting bagi pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian berusaha bagi para penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan dan melanjutkan komitmennya berinvestasi di Indonesia.[4] Partisipasi masyarakat dan aparatur hukum sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.
Pertambangan merupakan salah satu bidang dalam investasi yang diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 setelah Amandemen yang isinya menyebutkan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.[5]
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang) yang meliputi emas, perak, tembaga, minyak, gas bumi, batubara, dan lain-lain. Bahan galian tersebut dikuasai oleh Negara. Menurut Bagir Manan, pengertian dikuasai oleh Negara atau HPN (Hak Penguasaan Negara) adalah sebagai berikut:[6]
1.      penguasaan semacam pemilikan Negara, artinya Negara melalui Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak, wewenang atasnya termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya;
2.      mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan;
3.      penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan Negara untuk usaha-usaha tertentu.

Dalam pengusahaan bahan galian (tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri dan/atau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah. Apabila usaha petambangan dilaksanakan oleh kontraktor, maka kedudukan pemerintah adalah memberikan izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya penguasaan pertambangan batubara, dan kontrak production sharing.[7]
Dalam bidang pertambangan umum, seperti pertambangan emas, tembaga, dan perak, sistem kontrak yang digunakan adalah kontrak karya. Menurut sejarahnya, pada zaman Pemerintah Hindia Belanda, sistem yang digunakan untuk pengelolaan bahan galian emas, perak, dan tembaga adalah sistem konsesi. Sistem konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum, kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan hak menguasai hak atas tanah. Jadi, hak yang dimililki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah. Sementara itu, sistem kontrak karya mulai diperkenalkan pada tahun 1967, yaitu dimulai dengan diundangkannya Undang- Undang RI Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang- Undang RI nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang- Undang RI Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan jo. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sistem kontak karya mulai diterapkan di Indonesia, yaitu sejak ditandatanganinya kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia sampai dengan saat ini.[8]
Sebelum berlakunya otonomi daerah, pejabat yang berwenang memberikan izin kuasa pertambangan, izin kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan adalah pemerintah pusat, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dengan berlakunya otonomi daerah, kewenangan dalam pemberian izin tidak hanya menjadi kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral semata-mata, tetapi kini telah menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pejabat yang berwenang menerbitkan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing.[9]
Bupati/walikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam wilayah kabupaten/kota dan/atau di wilayah laut sampai 4 mil laut. Gubernur berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dan tidak dilakukan kerja sama antar kabupaten/kota maupun antara kabupaten/kota dengan provinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut. Menteri berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antarprovinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.[10]
Keberadaan perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan. Hal tersebut disebabkan keberadaan perusahaan tambang itu telah menimbulkan dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian. Dampak negatif dari keberadaan perusahaan tambang meliputi :[11]
1.      rusaknya hutan yang berada di daerah lingkar tambang;
2.      tercemarnya laut;
3.      terjangkitnya penyakit bagi masyarakat yang bermukim di daerah lingkar tambang;
4.      konflik antara masyarakat lingkar tambang dengan perusahaan tambang.

Walaupun keberadaan perusahaan tambang menimbulkan dampak negatif, namun keberadaan perusahaan tambang juga menimbulkan dampak positif dalam pembangunan nasional. Dampak positif dari keberadaan perusahaan tambang adalah :[12]
1.      meningkatnya devisa negara;
2.      meningkatkan pendapatan asli daerah;
3.      menampung tenaga kerja;
4.      meningkatnya kondisi sosial ekonomi, kesehatan, dan budaya masyarakat yang bermukim di lingkar tambang.

Oleh karena itu, kontrak karya yang dibuat dalam investasi pertambangan umum harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan baik kepada para pihak yang berkontrak, pemerintah, maupun masyarakat dalam rangka memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.[13]

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penulis membuat suatu batasan perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1.      Bagaimana iklim investasi asing dalam bidang pertambangan di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan makalah penulis yang berjudul “Esensi dan Eksistensi Investasi Asing di bidang Pertambangan”, yaitu:
1.      Untuk mengetahui bagaimanan esensi dan eksistensi investasi asing di bidang pertambangan di Indonesia.

2. Manfaat Penulisan

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.      Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap kawan-kawan mahasiswa sebagai pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN

Meskipun pertambangan umum merupakan istilah yang sudah sering digunakan dalam bidang pertambangan, namun pengertian pertambangan umum belum dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
            Defenisi pertambangan umum yang sebagaimana diuraikan oleh H. Salim HS. adalah pertambangan bahan galian di luar minyak dan gas bumi yang digolongkan menjadi lima golongan, yaitu:[14]
a.       pertambangan mineral radioaktif;
b.      pertambangan mineral logam;
c.       pertambangan mineral nonlogam;
d.      pertambangan batubara, gambut, dan bitumen padat;
e.       pertambangan panas bumi.

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum, pertambangan umum adalah pertambangan bahan galian selain minyak bumi, gas bumi, dan radioaktif.[15]
Kontrak (contract, contracten) disebut juga perjanjian. Namun menurut Subekti, pengertian kontrak lebih sempit dari perjanjian karena kontrak mensyaratkan bentuknya selalu tertulis, sedangkan perjanjian bentuknya selain tertulis dapat dilakukan secara lisan. Oleh karena itu, hukum kontrak merupakan spesies dari hukum perjanjian.[16]
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak karya. Kontrak karya adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.[17]
Investasi berasal dari bahasa latin, yaitu investire (memakai), sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan investment.[18] Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (Domestic investor), investor asing (Foreign Direct Investment) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment) melalui pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).[19]
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan[20] ”penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.”
Kegiatan investasi di suatu negara berkaitan erat dengan sistem hukum di negara tersebut, khususnya dengan masalah kepastian hukum yang nantinya akan banyak mempengaruhi masuknya investor untuk menanamkan modalnya. Kepastian hukum itu sendiri bagi investor adalah tolok ukur utama untuk menghitung resiko. Bagaimana resiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap resiko terebut. Bila penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat dipastikan investor tersebut tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Dalam kondisi demikian, para investor tidak akan berinvestasi baik dalam bentuk portofolio, apalagi dalam bentuk direct investment.[21]

 Secara rinci, penanaman modal asing dapat memberikan keuntungan cukup besar terhadap perekonomian nasional, misalnya dapat berupa :[22]
1.      Menciptakan lapangan kerja bagi penduduk tuan rumah, sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka. 
2.      Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk tuan rumah, sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru.
3.      Meningkatkan ekspor dari negara tujan rumah, sehingga mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk kepentingan penduduknya.
4.      Melaksanakan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan, yang mana dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain.
5.      Memperluas potensi keswasembadaan pangan tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor.
6.      Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk dari negara tuan rumah.
7.      Membuat sumber daya tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia lebih baik pemanfatannya dari semula.
Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan mineral sangat berpotensi untuk mengembangkan sektor pertambangan sebagai salah satu penggerak laju pertumbuhan ekonomi bangsa. Namun Indonesia juga tidak lepas dari berbagai kekurangan, tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri baik dari segi fisik dan non fisik serta kebutuhan yang bersifat konsumtif maupun non konsumtif. Misalnya pengadaan teknologi canggih untuk mengolah berbagai kekayaan alam yang dimiliki. Maka sebuah keniscayaan bagi Indonesia untuk membangun investasi di bidang pertambangan dengan jalan menarik negara-negara lain masuk ke Indonesia untuk berivestasi mengelola mineral yang terkandung di bumi Indonesia.
Indonesia dituntut untuk bergerak cepat dengan stabilitas penduduk yang semakin kompleks, salah satu penyebabnya adalah pengangguran yang merajalela.  Permasalahan ini terjadi karena kebutuhan masyarakat yang kian meningkat, sehingga menimbulkan peningkatan kebutuhan akan sarana, energi dan bahan-bahan mentah yang pada akhirnya menambah tekanan terhadap lingkungan dan sumber-sumber kehidupan. Hal ini memberikan tantangan bagi institusi pemerintahan dan hukum untuk merancang strategi dan membuat aturan yang tepat untuk menarik investor. Sebab Indonesia dengan sumber daya mineral dan tambang yang melimpah memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana (investasi) untuk membangun perekonomian dan mengelola sumber daya alam yang ada.
Investasi di bidang pertambangan sangat berperan penting dalam usaha percepatan perbaikan ekonomi bangsa, selain untuk menutupi kekurangan dana pembangunan, investasi ini juga akan memacu persaingan usaha bagi kalangan pengusaha domestik. Dengan demikian arti modal asing yang ditanamkan dalam industri pertambangan bagi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional dan modernisasi struktur ekonomi nasional disamping untuk mengelola kekayaan alam yang dimiliki.
Iklim investasi di Indonesia yang masih pasang surut menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran bagi para investor. Apalagi investasi pertambangan memerlukan dana yang tidak sedikit dengan risiko yang relatif tinggi. Para investor sering merasa khawatir akan banyaknya risiko. Kondisi ini dipengaruhi oleh situasi hukum dan politik yang tidak menentu. Investor yang menanamkan modal di negara-negara berkembang seperti Indonesia umumnya menuntut kesiapan negara tersebut dari aspek keamanan dan kepastian hukum dalam berinvestasi.[23]
Namun hal ini belum sepenuhnya terwujud dalam industri pertambangan di dalam negeri. Manajemen buruk pemerintah dalam mengelola sektor pertambangan secara tidak langsung telah mengakibatkan kerugian negara secara materiil. Artinya, potensi industri pertambangan dimana merupakan salah satu penyumbang bagi perkembangan perekonomian di Indonesia, tidak lagi secara maksimal memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. Pada dasarnya, permasalahan ini sudah lama menjadi kendala utama dalam bidang pertambangan di Indonesia. Namun pemerintah tidak segera menyelesaikannya yang menyebabkan permasalahan ini semakin berlarut-larut. Ketidaktegasan pemerintah dalam negosiasi kontrak karya juga menjadi salah satu faktor tidak berkembangnya investasi pertambangan dalam negeri. Padahal melalui datangnya investor dalam mengelola sumber daya alam yang melimpah dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk pembiayaan bangsa.
Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi secara keseluruhan di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), yaitu kendala internal dan eksternal.
-          Kendala internal, meliputi:
1.      kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai;
2.      kesulitan memproleh bahan baku;
3.      kesulitan dana/pembiayaan;
4.      kesulitan pemasaran;
5.      adanya sengketa perselisihan di antara pemegang saham.
-          Kendala eksternal, meliputi:
1.      faktor lingkungan bisnis, baik nasional,regional dan global yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan pemerintah;
2.      masalah hukum;
3.      keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor dalam menanamkan modal di Indonesia;
4.      adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal;
5.      adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal;

Selain hambatan-hambatan tersebut diatas juga terdapat hambatan lain yakni masalah perijinan, birokrasi yang rumit dan sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme, nasionalisasi dan kompensasi, serta masalah kebijakan perpajakan yang sering tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah. Tingkat korupsi yang parah ini jelas menimbulkan disinsentif yang sangat besar bagi investasi pertambangan, mengingat kegiatan pertambangan melibatkan sejumlah peraturan yang diatur oleh pemerintah sehingga tingkat korupsi yang besar akan mengurangi kepastian berusaha karena adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy).






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Investasi di bidang pertambangan sangat berperan penting dalam usaha percepatan perbaikan ekonomi bangsa, selain untuk menutupi kekurangan dana pembangunan, investasi ini juga akan memacu persaingan usaha bagi kalangan pengusaha domestik. Dengan demikian arti modal asing yang ditanamkan dalam industri pertambangan bagi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional dan modernisasi struktur ekonomi nasional disamping untuk mengelola kekayaan alam yang dimiliki.
Arti investasi asing di bidang pertambangan di wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia tentunya juga peran pemerintah sangat penting demi menjamin kepastian hukum dengan mengeluarkan peraturan (regelling) terkait investasi di bidang pertambangan dan dalam rangka pencapaian tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam preambule Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang intinya ingin pemerataan pembangunan nasional di semua aspek kehidupan masyarakat.


SARAN
            Investasi asing di bidang pertambangan sebenarnya menjadi pro-kontra di masyarakat kita. Dikarenakan kurangnya transparansi dalam pengelolaan SDA di Indonesia. Terlebih banyak undang-undang terkait pengelolaan SDA dimana draftnya berasal dari pihak asing (investor asing yang berinvestasi di Indonesia). Hal ini hanya menguntungkan bagi investor asing dan pejabat-pejabat tertentu saja.  Kontribusi masyarakat di daerah sekitar tambang juga sangat menyedihkan baik dari sektor ekonomi maupun pendidikan.
Seharusnya, pemerintah sebagai tangan perpanjangan rakyat dalam mencapai pemerataan pembangunan nasional selalu mengawasi perkembangan pengelolaan SDA di bidang pertambangan. Sehingga, apabila terjadi hal-hal yang merugikan atau akan merugikan dapat langsung diberikan tindakan tegas. Kontribusinya terhadap masyarakat daerah sekitar tambang juga harus diperhatikan agar tidak terjadi keterbelakangan sosial



[1] Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global, (Malang: Bayumedia, Publishing, 2003), hal. 8
[2] usri Djamal, Aspek-Aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, (Jakarta: BKPM, 1981), hal. 2.
[3] Sumantoro, Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1977), hal. 18.
[4] www.scribd.com, Arbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing, diakses tanggal 2 Februari 2011 
[5] Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
[6] Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hal.18. 
[7] H. Salim HS., Hukum Pertambangan di Indonesia, Revisi III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 1-2.
[8] Ibid., hal. 2.
[9] Ibid., hal. 3.
[10] Ibid., hal. 3-4.
[11] Ibid., hal. 5-6.
[12] Ibid., hal. 6.
[13] Menimbang huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
[14] H. Salim HS., Op.cit., hal. 10.
[15] Pasal 1 huruf (d) Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum
[16] Abrar Saleng, Op.cit., hal. 145
[17] Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak karya.
[18] Ibid, hlm 31  
[19] Sentosa Sembiring, Hukum Investasi : Pembahasan Dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, ctk.pertama, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hlm 55.  
[20] Lihat Pasal I angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM).  
[21] Camelia Malik, op.cit, hlm 20.  
[22]  Ibid.
[23] Camelia Malik, op. cit, hlm 16.  

1 komentar: